Cerca nel blog

giovedì 25 febbraio 2016

Menjadi Rasul



Menjadi Rasul Wajah Yesus
yang Membawa Sukacita dan Berbelaskasih

Rekoleksi Para suster CSV



1.      Wajah: Bagian depan kepala manusia mulai dari dahi sampai dagu dan meliputi mulut, hidung, pipi dan mata. Wajah juga bisa berarti identifikasi roman muka atau raut wajah (Merriam-Webster’s Collegaiate Dictionary). Orang yang sering muncul dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) biasanya hanya ditampilkan wajahnya saja untuk identifikasi. Wajah dalam artian ini muncul juga dalam PB yang dikenal dengan nama opsis: “Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan muka-nya (opsis) tertutup dengan kain peluh” (Yoh.11:44); “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak (opsis), tetapi hakimilah dengan adil" (Yoh.7:24). (μὴ κρίνετε κατʼ ὄψιν,“do not judge by appearance”).
2.      “Wajah” dalam PL dikenal dengan banyak nama:

3. Demikian halnya dalam PB, ada banyak istilah yang dipakai untuk “wajah”:

4.      Meskipun banyak istilah yang bisa dipakai untuk “wajah” dalam PL, tapi lazimnya dikenal dengan nama pānı̂m.Kata pānı̂m dipakai sebanyak 2100x. Kata ini bisa dipakai untuk wajah manusia, Allah, binatang atau objek lainnya seperti bumi dan air. Walau sering digunakan untuk “wajah” kata pānı̂m juga dipakai dalam kaitan dengan ekspresi emosional.
5.      Dalam arti yang lebih luas, PL menggunakan kata pānı̂m untuk presence (kehadiran). Ada makna kultus seperti membawa persembahan di hadapan Allah. Di sini pānı̂m sama artinya dengan person (pribadi). Ketika kita berdoa “palingkanlah wajah-Mu ya Allah...” berarti kita masuk ke dalam kehadiran Allah. Bagi orang Yahudi, Allah tidak bisa dijangkau secara fisik. Mereka tidak meyerupakan Allah dengan benda apapun dalam sinagoga atau bait Allah. Karena itu manusia tidak bisa melihat Allah: ”Lagi firman-Nya: Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup” (Kel.33:20). Manusia tidak bisa melihat wajah Allah karena “kabut dan awan” menyelimuti wajah-Nya (kāb̃od: glory-kemuliaan). ”Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Mk.9:7). Hanya Musa yang melihat wajah Allah. Dalam Kitab Ul.34:10-12 kita membaca, “Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel”. Musa berjumpa dengan Tuhan “dari muka ke muka”. Sebuah hubungan secara langsung dengan Allah tanpa melalui perantara seperti yang biasa dialami oleh para nabi lainnya entah melalui mimpi atau penglihatan.
6.      Selain kata pānîm ada juga istilah lain yang mengandung makna yang sama: Šēm‘Nama’ (dalam teologi deuteronomistik); Kābôd‘Glory’ (dalam tradisi imamat) dan Shekinah (dalam tulisan-tulisan Yahudi). Kata-kata ini menampilkan Allah sebagai Allah yang transenden dan imanen (yang jauh sekaligus dekat).
7.      Beberapa teks untuk refleksi pribadi:
F  “Mencari wajah”:Mzm.24:6; 27:8; 105:4; Ams.7:15; Hos.5:15; bdk. Ams. 29:26.
F  Jika Allah “memalingkan wajah-Nya”: Ul.32:20; Ayb.34:29; Mzm. 13:1; 30:7; 143:7; Yes.54:8; Yer.33:5; Yeh.39:23; Mi.3:4). Alasan Allah memalingkan wajah karena ketidaktaatan manusia, bukan karena amarah Tuhan: Yes.59:2.
F  Juga mempunyai makna doa: Mzm.51:11; 140:13; Kel.3:6; Yes.6:2;
F  Ada makna penyesalan: 2 Sam.19:4 = Yeh.12:6.12.

Yesus: Wajah Belaskasih Allah

8.      Yesus Kristus adalah wajah belaskasih Allah. Belaskasih atau kerahiman telah menjadi hidup dan kasat mata dalam diri Yesus dari Nazaret. Bapa, “kaya dengan kerahiman” (Ef.2: 4), setelah menyatakan nama-Nya kepada Musa sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel.34:6), tidak pernah berhenti menunjukkan dalam berbagai cara sepanjang sejarah, kodrat ilahi-Nya. Dalam “kegenapan waktu” (Gal.4:4), ketika segalanya telah diatur sesuai dengan rencana keselamatan-Nya, Ia mengutus Putra-Nya ke dalam dunia, yang lahir dari Perawan Maria, untuk menyatakan kasih-Nya bagi kita dalam sebuah cara yang definitif. Barangsiapa melihat Yesus, melihat Bapa (Yoh.14: 9). Yesus dari Nazaret, dengan kata-kata-Nya, perbuatan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya menyatakan kerahiman Allah (MV.1)
9.      Kita perlu terus-menerus merenungkan misteri kerahiman. Ia adalah sebuah sumber sukacita, ketenangan dan kedamaian. Keselamatan kita tergantung padanya. Kerahiman: kata tersebut mengungkapkan sungguh-sungguh misteri Tritunggal Mahakudus. Kerahiman: tindakan utama dan tertinggi yang olehnya Allah datang untuk menemui kita. Kerahiman: hukum dasar yang berdiam di dalam hati setiap orang yang memandang dengan tulus ke dalam mata saudara dan saudarinya di jalan kehidupan. Kerahiman: jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia, membuka hati kita kepada sebuah harapan, dikasihi selamanya meskipun kedosaan kita (MV.2). Ketika dihadapkan dengan gentingnya dosa, Allah menanggapi dengan kepenuhan kerahiman. Kerahiman akan selalu lebih besar dari dosa apapun, dan tidak ada seorang pun yang dapat menempatkan batasan-batasan kasih Allah yang selalu siap untuk mengampuni (MV.3).
10.  “Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8,16). Yohanes menegaskan untuk pertama dan satu-satunya dalam seluruh Kitab Suci. Kasih ini sekarang telah dibuat terlihat dan nyata dalam seluruh kehidupan Yesus. Pribadi-Nya hanyalah kasih, sebuah kasih yang diberikan secara cuma-cuma. Relasi yang Ia bentuk dengan orang-orang yang mendekati-Nya mengejawantahkan sesuatu yang nyata sepenuhnya unik dan tak dapat diulang. Tanda yang Ia kerjakan terutama dalam menghadapi orang berdosa, miskin, marjinal, sakit dan orang menderita, semua dimaksudkan untuk mengajarkan kerahiman. Segala sesuatu di dalam diri-Nya berbicara tentang kerahiman. Tidak ada satupun dalam diri-Nya sama sekali tanpa belas kasihan. Yesus, melihat kerumunan orang-orang yang mengikuti-Nya, menyadari bahwa mereka sudah lelah dan letih, tersesat dan tanpa panduan, dan Ia merasakan belas kasihan yang mendalam terhadap mereka (bdk. Mat 9:36). Atas dasar kasih yang penuh belas kasihan ini, Ia menyembuhkan orang-orang sakit yang dibawa kepada-Nya (bdk. Mat 14:14), dan hanya dengan beberapa potong roti dan ikan Ia memuaskan kerumunan besar orang (bdk. Mat 15:37). Apa yang menggerakkan Yesus dalam semua situasi ini adalah tidak lain kerahiman, yang dengannya Ia membaca hati orang-orang yang dijumpai-Nya dan menanggapi kebutuhan terdalam mereka. Ketika Ia menjumpai janda dari Nain yang membawa anaknya untuk dimakamkan, Ia merasakan belas kasihan yang besar terhadap penderitaan besar dari ibu yang berduka ini, dan Ia memberi kembali anaknya dengan membangkitkannya dari antara orang mati (bdk. Luk 7:15). Setelah membebaskan orang kerasukan di desa Gerasa, Yesus mempercayakan dia dengan perutusan ini: “Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!” (Mrk 5: 19). Panggilan Matius juga dihadirkan dalam konteks belas kasih. Melewati gerai pemungut cukai, Yesus menatap Matius. Ia adalah sebuah tampilan penuh kerahiman yang mengampuni dosa-dosa orang itu, seorang berdosa dan seorang pemungut cukai, dia yang dipilih Yesus – berlawanan dengan keragu-raguan dari para murid – untuk menjadi salah seorang dari Kelompok Dua Belas. Yesus memandang Matius dengan kasih yang penuh kerahiman dan memilihnya (miserando atque eligendo). (MV.8).
11.  Dalam perumpamaan-perumpamaan yang ditujukan untuk kerahiman, Yesus menyatakan sifat Allah seperti sifat seorang Bapa yang tidak pernah menyerah sampai ia telah mengampuni anaknya yang bersalah dan mengatasi penolakan dengan kasih sayang dan kerahiman. Kita mengenal perumpamaan-perumpamaan ini dengan baik, khususnya tiga perumpamaan: domba yang hilang, dirham yang hilang, dan ayah dengan dua anak laki-laki (bdk. Luk 15:1-32). Dalam perumpamaan-perumpamaan ini, Allah selalu disajikan sebagai penuh sukacita, terutama ketika Ia mengampuni (MV.9).

Gereja: Dives in Misericordiae (Kaya Akan Belaskasih)

12.  Belaskasih adalah dasar hidup Gereja. Tiap aksi pastoral baik kata maupun tindakan semestinya dilakukan dengan belaskasih. Kredibilitas Gereja ada sejauh ia menunjukkan belaskasih dan kemurahan.
13.  Teks Kitab Suci yang menjadi pokok permenungan selama Tahun Belaskasih adalah “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Lk.6:36). Inilah motto Tahun Belaskasih. Motto ini tidak hanya menjadi slogan tapi sebuah program hidup. Melalui belaskasih kita menemukan bukti bagaimana Allah mencintai kita. Ia menyerahkan diri-Nya secara bebas tanpa menuntut balasan apapun.
14.  Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Dives in Misericordia (kaya akan belaskasih) menyinggung keyataan dunia saat ini yang melupakan belaskasih Allah: “The present-day mentality, more perhaps than that of people in the past, seems opposed to a God of mercy, and in fact tends to exclude from life and to remove from the human heart the very idea of mercy.”
15.  Tahun Jubileum Belaskasih menjadi tahun sukacita bagi kita, tahun rahmat Tuhan: “Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan” (Yes. 61:1-2).
16.  Sakramen Rekonsiliasi menjadi moment yang sangat khusus untuk merayakan dan mengalami belaskasih Allah. Pengampunan menjadi jalan untuk kembali kepada belaskasih-Nya. Inilah jalan sukacita, ketenteraman dan kedamaian.
17.  Maria adalah Bunda belaskasih. Melaluinya, kehadiran belaskasih berubah atau mengambil bentuk dalam rupa manusia. Maria telah memasuki kenisah belaskasih Allah berkat partisipasinya dalam misteri cinta kerahiman ilahi.

 
Refleksi Pribadi: Sebagai seorang Suster Wajah Kudus, sudahkah saya membawa sukacita dan belaskasih???

18.  Belaskasih menjadi kata kunci yang menunjukkan aksi Allah kepada manusia. Aksi ilahi yang nyata dan kelihatan. Aksi yang sangat konkret karena ada maksud, sikap dan tindakan yang ditunjukkan dalam hidup keseharian. Sebagai Suster Wajah Kudus, sudahkah belaskasih menyata dalam maksud, sikap dan tindakan nyata saya sehari-hari?
19.  Belaskasih Allah adalah cinta-Nya yang peduli bagi setiap kita. Allah menghendaki agar setiap kita bahagia, penuh sukacita dan damai. Inilah jalan yang harus dilalui oleh setiap kita. Apakah saya bahagia sebagai seorang religius Wajah Kudus?
20.  Tahun Belaskasih menjadi sebuah panggilan bagi kita untuk menjadi pelayan belaskasih serta merenungkan belaskasih bagi semua orang: Cinta yang mengampuni dan memberikan diri bagi yang lain. Dimana saja kita hadir, belaskasih Allah harus menjadi kelihatan. Tiap orang harus menemukan oase belaskasih dalam diri kita, dalam komunitas kita dan dimanapun kita berada. Bagaimana dengan saya dan komunitas saya saat ini? Dapatkah orang lain menemukan oase belaskasih dalam diri saya dan komunitas saya?